Kamis, 07 April 2011

SAHABAT SMP NEGERI 7 Pematangsiantar


Sahabat…




Ku teringat sosok diantara temanku

Terasa dekat dari yang lain

Tersungging senyum di saat terbayang

Teman lama yang menjadi sahabat…



Dulu berdua selalu bersama

Bercanda tawa dibangku sekolah

Berlari-lari mendahului bel sekolah

Pulang bersama dengan segudang cerita…





Dan kini suasana itu sedikit memudar saat pilihan menjadi prioritas utama.Hilang untuk waktu yang tak diketahui kapan akan kembali.

Sejuta rindu tersemat dihati terdalam, ingin mengulang semua kisah saat duduk bersama, bernyanyi dan bercerita dibalik dinding rapuh sekolah kita.Sunyi terasa saat kamu tidak ada diantara sepuluh gadis manis pemilik mimpi.Hanya bayangan samar yang kerap hadir saat menyempatkan diri sesekali kembali ketempat dulu.Akankah kita mampu kembali mengukir kenangan dengan sejuta rasa yang sama saat kita bertemu ditempat ini, Sahabat-sahabatku.



Seiring berjalannya waktu, ada rindu yang tersekat oleh jarak.Sedikit letih menyisakan waktu untuk saling bertemu.Namun, semua hancur dihantam kerasnya gelombanga rindu.Teramat besar, tak terbendung.Cerita punya cerita, komunikasi diantara anggota 8+2 gals, nama yang selalu dijadikan icon bagi setiap gadis manis yang terdiri dari “Gwen, G’eu, Unic,Berliana, sarah, desi, Ika, Riana, Dina, Rani, Samaria” kembali terjalin setelah hitungan tahun sempat hilang di dunia masing-masing.Namun terasa sayang, saat tersadar bahwa ada jarak yang membentang luas diatara sebagian anggota 8+2 gals. Gwen yang terlebih dahulu pergi saat ego menghantui pikirannya melanjutkan studynya keluar kota, Batam.Dan kini ia pun telah terlebih dahulu berkomitmen melepaskan masa remajanya disita dengan urusan rumah tangga yang dibangunnya bersama pujaan hatinya.Berliana, mengepakkan sayap-sayap kebanggannya dengan bergumul dibangku universitas Padjajaran Bandung.Dina, Ika, Samaria stay in Siantar city, dengan baju kehormatannya berwarna putih dan ajarannya.Desi, asyik dengan penelitiannya diseberang sana dengan antusisme mengapai cita-cita yang tersemat jauh dibalik kelucuannya.

Dan kini, Gue, Rani, Sarah, Riana dan segudang teman yang tersapa manis dari sudut sekolah, memilih untuk bertahan ditempat yang menempah segala rasa dan asa.Dengan ukiran yang berbeda dan cerita yang tak sama.



Entah dari mana cerita ini akan dimulai, namun yang pasti aku dan kamu berkumpul di istana Rani dengan balutan cerita lama, ditemani sepiring kue kering dan secangkir kopi hangat.

Kusadar dalam lamunanku,

Kububarkan kenangan yang melintas.Ajakkan itu menyentakkan darah yang mulai mendidih.Ada jiwa yang meronta keras ingin keluar dari jiwa-jiwa yang sepi.

“Tuk-Tuk”. Ya … ini adalah tujuan kami.Yang tak kuketahui asal mulanya.Yang pasti, hanya akan ada banyak kenangan terukir menambah rasa rindu yang mulai bertumpuk rapi dalam ingatan.Malam itupun menjadi saksi kesiapan kami untuk kembali pada kenangan lama.

Hendrik, Raya yang menjadi leader dalam perjalanan ini, dibumbui kepenatan mencari mobil yang bisa disewa dengan harga murah meriah tanpa mengurangi nilai luxionary dari barang mahal itu.Dan kepenatan itu membangunkan kami untuk mengakhiri malam itu merangkai cerita baru.

Tidak lupa, sang sahabat membangunkan kami dari tidur.Tepat pukul 8.30 kami pun berangkat dengan gaya nyentrik ala bule-bule kere.Akhirnya dengan sedikit terpaksa dihiasi canda tawa uang yang bernominal Rp.100.000 terkumpul untuk pembayaran mobil + makan+ongkos kapal+sewa sepeda.

“ha…haa..haha…” suara tawa dan ledekanpun riuh dalam posisi yang sedikit menyakitkan bokong.Dan itu terbayar saat gerakan shoot menghampiri wajah-wajah penghuni barang mewah itu.Rani yang terbilang layak kameraman menguntit setiap gerak yang tercipta dengan sedikit malu-malu bah artis kembali kedunia entertainment.Gaya pun mulai kembali tumbuh dari setiap ekspresi kagum saat memandang ciptaan Sang Penguasa semesta yang luar biasa.

“wow... ini baru namanya liburan.Tak akan sia-sia mulut bercerita, karna dokumentasi bisa berbicara khususnya buat sahabat yang jauh dibalik langit biru diatas kami.Kapal kecil bertingkat inipun memanbah deretan saksi ceita kami yang akan dimulai saat baling-baling berputar mengerahkan seluruh komponen yang terlibat membelah air danau Toba.

Satu per satu kalimat terangkai…

Rani, Riana adalah sosok yang bersedia mengambil rekaman video, bah cameramen dan reporter.Pertanyaan yang tak jelaspun turut dalam naskah lisan.Hingga terbawa pada ingatan sang Rani buat seseorang yang kembali menjadi teman biasa.Ledekkan itu sedikit mengubah ekspresi Rani yang tersenyum kecut menatap gunung-gunung yang berbaris rapi.Ada apa dibalik tawa kecut sang Rani???

Sementara Sarah dan Ika asyik dengan laporan mereka buat pujaan hati. Entah itu mengisyaratkan untuk selalu setia pada cinta atau mengisahkan cerita kami ditambah sejuknya angin yang membelai manja rambut-rambut tiara sunslik.

Werdi sapaan khas cowok berkacatama ini menjadi pasanganku berfoto ria.Makhlum, gagal menjadi model…”hehehehe”.

Dan Hendrik, Raya asyik dengan celotehan masing-masing mengutarakan karier yang akan diukir diwaktu mendatang plus komentar saat melihat bagian tubuh Riana yang tak sengaja dipamerkan.

“hahaha… itu belum seberapa, hanya bagian yang lumrah untuk diperlihatkan.”

“Tapi sayang yang terlihat bagian yang penuh ‘korengan’( bahasa Bunda alias Marbun)”

“Hohoho… Mulus tau, mau bukti? Tapi biasa aja plend, kayak ga pernah liat yang kayak gituan de..” bela riana yang menjadi sasaran empuk buat dikick.

Dan tak sampai disitu saja, masih banyak cerita saat menunggu laju kapal berhenti pada pemberhentian terakhir kami, yang sedikit rada-rada bloon karna ini yang pertama kalinya menelusuri jalan jalan kecil ‘tuk-tuk siadong’.



Setiba ditempat yang tak begitu bersahabat dengan kami, Rani asyik dengan tingkahnya menyuguhkan tawa yang membahana. Sepeda gunung itu terlebih dahulu berkenalan dengan sang gadis berponi imut saat ia menyadari bahwa sepeda itu memiliki gigi-gigi yang digunakan untuk tempat yang berbeda.

Dengan semangat juangnya ia mendaki tanjakan yang kupikirpun sulit untuk mengayuhnya sampai pada posisi rata.Ia terjatuh, dengan ekspresi yang begitu aneh.

“Duh…tadinya kupikir bisa, Tapi tolong jangan di shoot dunk woi.Aku malu.” Bangkit dan beranjak meninggalkan sepeda yang langsung diambil ahli oleh Raya.Sedikit tidak pantas untuk tertawa, tapi kejadian itu layak mendapatkan persentasi tawa yang paling keras.

Apalagi saat salah satu orang tua penghuni tempat itu berkata “ Anak gadis kok jatuh” menambah niat untuk tertawa dibalik sedikit rasa malu yang hadir diwajah Rani.

Kejadian itu membuat Hendrik dan Raya selalu siaga dibelakang Rani.Setapak demi setapak ternyata perjalanan ini benar-benar melelahkan, ditambah shoot yang diambil tanpa seizin.Wajar, wajah-wajah lelah, letih dn lesu itu didokumentasikan agar menambah deretan cerita lucu.



Hilang sejenak cerita Sarah, Riana, Ika, Werdi yang melaju dengan cepat menggilas aspal penuh debu.



Sejenak kami berhenti disalah satu kios yang tak lagi berpakai, tempat yang bagus untuk menikmati pemandangan danau itu.Mengambil tenaga membuang rasa penat.Dan seterusnya kami melanjutkan ketempat yang ternyata menjadi salah satu point of view for background.

Hingga terhantar pada rumah makan yang menyajikan berbagai macam makanan tradisonal sampai eropa.Tapi sayang, toh pilihan jatuh pada ayam goreng yang hanya dibalur bumbu instan, dan capcai dengan porsi yang cukup sedikit.

“Hugh… pantesan masyarakat disini pada makmur-makmur, wong harganya edan tenan.”

Namun, sedikit konflik kecil terjadi akibat salah paham dirumah makan sederhana itu. Sarah yang entah mengapa merasa tidak nyaman dengan ajakan Hendrik, Rani dan aku untuk kumpul disatu meja yang sama.Hingga bawaannya sedikit membuat suasana jadi serba salah.Rani yang agak lama tersadar oleh tingkah Sarah berbalik arah untuk lebih santai menikmati semua itu.

Seiring sikap Sarah, ledekanpun menghujani dirinya yang kembali asyik pada dunia handphonenya.Tak berhenti disitu, perut kosong memaksa kami mendesak pemilik rumah makan menyajikan pesanan kami dengan cepat, Udah pada ga sabar ne.



Santapanpun hadir untuk segera dilahap…

Usai mengisi perut, perjalanan pulangpun tersirat dibenak kami.Terulang perjalanan yang sama, membuat hasrat malas mengayuh sepeda gunung ini.Dan seperti diawal, aku, Rani, Hendrik berada dibagain belakang.Seperti biasa tenaga makan habis ditengah jalan.( hehehehe…)

Sedangkan Sarah, Riana, Ika, Raya, Werdi hilang disudut tikungan jalan yang basah diguyur hujan.Mereka menghabiskan sedikit waktu tanpa kami bertiga.Tapi sayang, kejadian gila menghebohkan penghuni barang mahal itu.Sarah yang diamanatkan Raya menyimpan kunci mobil kelupaan meletakkan tasnya dimana.Entah dimana diletakkan, namaun yang pasti tidak ada diantara kami.Werdi yang sedari tadi bersama mereka, jadi sasaran Sarah. Perdebatan kecilpun mengudara ditempat rental sepada membuat abang pemilik turut menggelengkan kepala sembari sedikit membantu.

Ketakutan mengalahkan ketenangan, yang terlintas terlalu banyak tentang kekhawatiran.Bagaimana pulang, bagaimana mobil milik orang dan barang berharga lainnya.

Untung saja Handycam Rani dan CameraDSLRku tidak turut dalam kehilangan yang cukup menghebohkan itu.

Agak menegangkan sih, tapi setelah ketemu cukup membuat tenang.Setidaknya ucapan Riana mengenai barang mahal itu tidak akan pernah terjadi.

“Gimana dengan kunci mobil.Apes dunk kita.Gimana ngembaliinnya.Belum lagi hitungan buat rentnya.” Ucap Raya yang kelabakan dengan keadaan itu.

“Udah tenang aja, kalau tasa itu ga ketemu, paling-paling kita pulangnya besok.Kalau soal mobil terpaksa deh kita jual diri.Buat bayar mobil orang.” Ucap Riana enteng

“Emang ada yang mau sama kamu? Kalaupun ada bayarannya pasti kecil” sambar Hendrik yang ngakak mendengar kata-kata Riana.



Hujanpun menemani kesabaran kami menanti kapal, membawa kami menyebrangi danau dibalik gunung itu.Wajah-wajah yang ceria itu kini mulai sedikit berubah.Ada cerita didalam hati yang tak ingin diceritakan.Diam dan diam merangkul tubuh yang mulai kedinginan disentuh udara sejuk.Dan keheningan itu dipecahkan oleh Ika dengan mengusulkan ide plus-plusnya.

Memilih jalur Simarjarunjung adalah pilihan kami, yang hanya tergugah oleh ayam bakar.Akal-akalan sang Ika pun menciptakan cerita seru.

Werdi, Hendrik dan Raya yang sudah terlebih dahulu tau bahwa jalan ini memiliki cerita mistis, tidak berminat memberitahukan kepada kami para wanita aneh sedikit lucu.

Aku yang duduk didepan sejajar sang supir, Raya benar-benar merasakan ketakutan yang awalnya dibangkitkan oleh ucapan Hendrik.

“Ray… setiap tikungan diklakson ya.Ray… Klakson.Soalnya tempat ini angker lo.Bisa saja kendaraan yang melintasi jalan ini tiba-tiba mati tanpa sebab yang jelas.”

“Ahk… serius lo bun?” sambung Rani yang mulai meraskan hawa yang sama

“Iiihhh…dibelakang kita ga ada mobil woi..” ucap Riana yang asyik memalingkan wajahnya kebelakang.

“Ray…klakson!!” ucapku yang benar-benar takut untuk berada diposisi depan.Belum lagi kata mereka jalan ini tidak memiliki pembatas.Padahal jalan ini kecil sekali dan dipinggirnya langsung terhubung dengan jurang yang cukup curam.

Tapi ada keanehan yang ditimbulkan Werdi. Entah apa yang dipikirkannya saat ketakutannya hadir. Tiba-tiba saja ia bernyanyi lagu rohani, lupa entah apa judulnya.Dan kalau tidak salah antara Riana dan Sarah ikut membantu Werdi.Mungkin mereka berpikir dengan menyayikan lagu rohani, hantu-hantu disekitar itu pergi menjauh.(wkwkwkwkw…..)

Namun, Raya tidak mengubris semua itu, ia membawa mobil itu melaju diatas rata-rata dngan cukup piawai.Walau aku sedikit ribut dengan teriakan2 kecil yang spontan menambah ketegangan diantara kami.

Sebelum tiba tujuan Ika yang merasa sedikit bersalah dengan keadaan itu, berkata jujur sebelum akhirnya kami ketahui sendiri.Ternyata kata-katanya yang mengatakan kalau tujuan kami ini ke rumah familynya adalah salah, ternyata ini adalah perjalanan menuju rumah calon mertua.

Jujur, jika tau begini aku tidak rela mengiakan perjalanan pulang lintas simarjarunjung.Tapi nasi telah menjadi bubur.

Akhirnya ketakutan itu lenyap saat kami tiba disebuah rumah besar yang ramai penghuninya.Ternyata salah satu calon ponakan Ika sedang merayakan ulang tahun.Pantesan saja ada ayam bakar eh ayam rendang. Dengan ramah tamah kami pun dipersilakan masuk langsung menuju lantai dua.Bah tamu terhormat hidanganpun berdatangan kehadapan kami.Cocok dengan perut yang mulai bertingkah.Tidak lama, kami beranjak dari tempat itu.Diperjalanan yang kami temukan hanyalah keheningan yang diciptakan setiap rumah. Tak satupun dari penghuni berada diluar rumah menghirup angin malam. Dan tiba-tiba saja Raya mulai aneh. Masih jelas teringat, ia membawa mobil dengan kecepatan tinggi dan hampir saja masuk kedalam parit dipinggir kebun orang.Spontan kami menyebut namanya.

“Ray…ray..ray…!”

“Ray…ray…ray… ray…ray..panggil aku si raya.bla…bla..bla…” tiba-tiba saja Riana bernyanyidari belakang layaknya orang India. Tanpa ia tau apa yang terjadi.

Jauh dari tempat kejadian, Rayapun angkat bicara mengapa ia melakukan hal tadi.

Ia merasa disampingnya ada sesuatu yang membuat bulu kuduknya naik seperti dicolek hingga ia sengaja melakukan itu dengan tujuan mengusir sesuatu yang ada disampingnya.

Dan cerita itu membuat Riana kembali dalam ketakutan yang luar biasa.Ternyata perjalanan kami ini dibuntuti oleh makhluk asing.( Agak seram sih…)

Tapi ini adalah akhir dari perjalanan yang sungguh tak bisa terlupakan.Perjalanan yang mengantarkan kami pada kenangan lama.

Ada banyak pelajaran yang bisa kami petik. Tanpa harus mengurangi segala rasa.

Kado terindah yang kami hadiahkan untuk tahun 2011 dengan cerita baru.Mengikat persahabatan yang tak akan pernah pupus ditelan waktu.



Inilah sahabat yang penuh dengan cerita luar biasa.Yang kerap memberi rasa pertemanan, persahabatan, kekeluargaan yang tak akan kutemukan dimanapun dan dengan siapapun untuk cerita yang sama.



Untuk 8+2 gals yang tidak terlibat dalam cerita ini, diharapkan kesediaannya dalam cerita selanjutnya yang akan kembali kita rajut.



Bila waktu kan tiba…



Just for my friendship, 8+2 gals and our hero.

Cie..cie.. J







Tidak ada komentar:

Posting Komentar